Sunday, March 21, 2010

Kisah Orang Muda yang Kaya

Mat 19:16-22












ayat 16: Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"

Dari Firman diatas, ada 3 hal yang Yesus ajarkan untuk diperbuat agar kita memperoleh hidup yang kekal:

  1. Ayat 17b: Hanya Satu yang baik, KJV: there is none good but one, that is, God
    Bukan perbuatan baik kita yang menyelamatkan, tapi hanya Tuhan yang dapat menyelamatkan karena hanya Dia yang baik!

    Yohanes 3:16, 14:6 menuliskan bahwa: hidup kekal hanya didapat melalui Tuhan Yesus Kristus. Jadi, pengajaran yang pertama, Percaya & Terima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat Pribadi! Inilah iman keselamatan.

  2. Ayat 17c: Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah. Perintah Allah yang mana?
    Semua yang tertulis dalam ayat 18-19... dimaksud oleh Tuhan Yesus sebagai Perintah Allah; jadi Perintah Allah adalah 10 Firman Tuhan, The Ten Commandment.

    Yang jadi pertanyaan buat kita, apakah kita sudah lakukan ke-10 Perintah Tuhan itu?
    Kita mungkin berpikir itu kan perintah Tuhan di jaman PL, saat ini kita tidak hidup dibawah hukum Taurat lagi tapi di jaman Kasih Anugerah, jadi tidak perlu melakukan hukum Taurat, benar/salah?

    Ada Firman Tuhan mengenai hukum Taurat ini di dalam Matius 5:17-20,
    Tertulis: bahwa Tuhan Yesus bukan datang untuk meniadakan hukum Taurat tapi untuk menggenapinya... menggenapi, KJV: fulfill = melaksanakan, memenuhi, menepati, menyelesaikan. Artinya Tuhan Yesus datang untuk memenuhi apa yang dituntut oleh hukum Taurat, dengan menjadi korban penebus dosa, sekali untuk selamanya.

    Tuhan juga berkata siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, akan duduk di tempat yang paling rendah dalam Kerajaan Sorga, yang melakukan dan yang mengajarkannya akan menduduki tempat yang tinggi dalam Kerajaan Sorga.
    Bahkan di ayat 20 disampaikan: jika hidup rohani kita tidak lebih benar dari hidup ahli Taurat & orang Farisi, kita tidak akan masuk dalam Kerajaan Sorga.

    Jadi hal kedua yang harus dilakukan adalah Menuruti Firman Tuhan = jadi pelaku Firman
  3. Kembali ke Matius 19:20, orang muda itu berkata: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" berarti kesepuluh perintah Tuhan sudah dilakukan oleh orang muda tersebut, sehingga bisa dikatakan... menurut hukum Taurat maka orang muda ini sudah sempurna, tapi di ayat 21, Tuhan menjawab: Jikalau engkau hendak sempurna... kenapa Tuhan masih bilang jika hendak sempurna?

    Anak muda ini adalah keturunan Yahudi, yang sejak kecil sudah dilatih cara hidup sesuai hukum Taurat, 10 Perintah Tuhan. Tapi perhatikan apa kata Firman Tuhan tentang cara hidup ahli Taurat & orang Farisi, dalam Matius 23:27, ...luarnya tampak bersih tapi dalamnya penuh kotoran.
    Apa yang dilakukan melalui hukum Taurat hanya mengubah secara lahiriah tapi belum sampai mengubah hingga ke dalam, yaitu: hati !

    Jadi kenapa Tuhan Yesus mengatakan jika hendak sempurna... berarti masih ada yang kurang... Tuhan tahu masih ada hal yang belum beres dalam diri anak muda ini... apa yang belum beres itu? Mari kita lanjutkan dalam ayat 21, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."

    Tuhan minta orang muda ini menjual hartanya, Tuhan tahu dia seorang yang banyak hartanya, tapi bukan banyak harta yang menjadi dosanya... banyak harta bukan dosa, tapi yang belum beres dalam diri orang muda ini adalah karena hatinya masih terikat dengan hartanya.

    Jika dosa diumpamakan seperti rumput, seringkali kita berusaha memotong rumput-rumput tersebut, tapi apa yang terjadi jika rumput dipotong? Tidak lama kemudian, rumput itu akan bertumbuh lagi...
    Jika tidak mau rumput itu bertumbuh lagi maka satu-satunya cara hanya dengan... mencabut rumput sampai ke akar-akarnya! Demikianlah pula dengan dosa, harus dicabut sampai ke akar-akarnya...

    Apa akar dari kejahatan/dosa? 1 Timotius 6:10a

    Hal ketiga yang harus dilakukan: Bereskan hati dari kejahatan/dosa, jangan cinta uang...
    Bagaimana caranya membereskan cinta uang? yaitu dengan menjual segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin... = belajar untuk memberi!

    Siapa saja yang harus memberi? Apakah hanya orang muda yang kaya?
    Setiap dari kita yang percaya harus mulai memberi...
    Ada beberapa tingkatan dalam memberi:
    - Tingkat I: membawa persembahan persepuluhan (Mal 3:10)
    - Tingkat II: memberi seperlima (Kisah Yusuf di Kej 47:24)
    - Tingkat III: memberi setengah (Kisah Zakheus di Luk 19:8)
    - Tingkat IV: memberi seluruhnya (Kisah Maria di Yoh 12 :3, 5)

Hukum yang terutama adalah: Matius 22:37 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
Perhatikan kata: segenap, dalam KJV: all = semua = seluruhnya = 100%

Tuhan tidak membutuhkan harta kita, justru Dia adalah Allah... sumber segala berkat, lalu kenapa Dia minta segenap yang kita miliki = 100%? Ingatkah kisah Janda dari Sarfat yang kekurangan dan hanya punya segenggam tepung & sedikit minyak (1 Raja 17:12)... Sedikit tepung & minyak itu = 100% nya si Janda Sarfat jika disejajarkan dengan minyak narwastunya Maria... kalau dalam kisah orang muda yang kaya, maka 100%-nya adalah semua hartanya.

Baik Janda Sarfat maupun orang muda kaya mengenal Tuhan, dan tahu bahwa Tuhan menyertai dan memberkati mereka. Tapi pilihan yang mereka ambil berbeda… Janda Sarfat memilih untuk memberi & melakukan, sedangkan anak muda itu memilih untuk pergi dan meninggalkan Tuhan. Tapi lihatlah kisah selanjutnya dari sang Janda Sarfat, saat dia memberi segalanya maka Tuhan tidak meninggalkannya, bahkan Tuhan memberkatinya dengan mujizat! Tuhan minta 100% kita untuk menguji hati kita, apakah kita masih terikat dengan apa yang ada di dunia ini... Bukankah jika kita ingin ada di sorga maka kita tidak perlu terikat dengan apa yang ada di dunia?

Apa yang telah menjadi 100%-nya kita? Berikanlah 100% itu buat Tuhan... maka kita juga akan diberkati bahkan beroleh hidup yang kekal !

sharing

Wednesday, March 3, 2010

Satu Kunci Kebahagiaan Pernikahan

Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya melihatnya dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari, memasak bubur yang panas untuk ayah, karena lambung ayah tidak baik, pagi hari hanya bisa makan bubur.

Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi, dengan begitu baru tidak akan lapar seharian di sekolah.

Setiap sore, ibu selalu membungkukkan badan menyikat panci, setiap panci di rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikitpun. Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci demi seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibanding sisi tempat tidur orang lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki telanjang.

Ibu saya adalah seorang wanita yang sangat rajin. Namun, di mata ayahku, ibu bukan pasangan yang baik. Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya sekali saja ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam pernikahan, ayah tidak memahami ibu.

Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab. Ia tidak merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih mengatur jadwal sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat anak-anak, ia adalah seorang ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berprestasi dalam pelajaran. Ia suka main catur dan suka larut dalam dunia buku.

Ayah saya adalah seorang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.

Hanya saja, di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik, kerap kali saya melihat ibu menangis terisak secara diam diam di sudut rumah. Ayah menyatakan ketidakbahagiannya dengan kata-kata, sedang ibu dengan aksi yang menyatakan kepedihan yang dijalaninya dalam pernikahan.

Dalam proses pertumbuhan, aku melihat dan mendengar ketidakberdayaan dalam pernikahan orangtua, tapi sekaligus merasakan betapa baiknya mereka, dan sebenarnya mereka layak mendapatkan sebuah pernikahan yang baik.

Sayangnya, dalam masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan pernikahan mereka lalui dalam kegagalan, sedangkan aku bertumbuh dalam kebingungan, dan aku bertanya pada diriku sendiri: DUA ORANG YANG BAIK, KENAPA TIDAK MENDAPATKAN PERNIKAHAN YANG BAHAGIA?

Setelah dewasa dan memasuki pernikahan, dan secara perlahan-lahan saya pun mengetahui jawaban atas pertanyaan diatas…

Di masa awal pernikahan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga keutuhan keluarga, saya menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan sungguh-sungguh berusaha memelihara pernikahan. Anehnya, saya tidak merasa bahagia dan suamiku sendiri, sepertinya juga tidak bahagia.

Saya merenung, mungkin lantai kurang bersih, masakan tidak enak… lalu, dengan giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh hati. Namun, rasanya, kami berdua tetap saja tidak bahagia.

Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami saya berkata, “Istriku, temani aku sejenak mendengar alunan musik.” Dengan mimik tidak senang saya berkata, “Apa kau tidak melihat kalau rumah masih belum beres, anak-anak belum menyiapkan perlengkapannya?”

Tapi begitu kata-kata itu terlontar, saya pun termenung dalam hati… ternyata kata-kata itu tidak asing di telinga saya, dalam pernikahan orangtua saya, ibu juga kerap berkata yang sama kepada ayah. Saya seperti sedang mempertunjukkan kembali pernikahan orangtua, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam pernikahan mereka.

Kesadaran muncul dalam hati saya... Apa yang kamu inginkan? Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat akan ayah saya. Ayah tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan dalam pernikahannya... Waktu ibu menyikat panci dan mengurus rumah lebih lama daripada menemaninya.

Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga adalah cara ibu dalam mempertahankan pernikahan, ia mau memberi ayah sebuah rumah yang bersih, namun, jarang menemaninya, malah sibuk mengurus rumah, ia berusaha mencintai ayah dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah tangga.

Dan aku, aku juga menggunakan caraku berusaha mencintai suamiku, cara saya juga sama seperti ibu, pernikahan saya sepertinya tengah melangkah ke dalam sebuah cerita, dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan pernikahan yang bahagia.

Kesadaran… membuat saya bertanya pada suamiku, “Apa yang kau butuhkan, suamiku?”
“Aku membutuhkanmu untuk menemaniku, mendengar musik, rumah kotor sedikit tidak apa-apa-lah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu kau bisa menemaniku,” ujar suamiku.

“Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada yang mencuci pakianmu... dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal yang dibutuhkannya.”

“Semua itu tidak penting lah!” ujar suamiku. “Yang paling kuharapkan adalah kau bisa lebih sering menemaniku.” Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar membuat saya terkejut. Kami terus menikmati kebutuhan masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memakai cara masing-masing untuk mencintai, namun bukan cara yang dikehendaki oleh pasangan.

Sejak itu, saya belajar membuat daftar kebutuhan suami, dan meletakkannya di atas meja buku, begitu pula dengan suami, dia juga membuat sebuah daftar kebutuhanku.

Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti misalnya: waktu senggang menemani suami mendengar musik, saling memeluk kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan dan ciuman selamat jalan bila berangkat. Beberapa hal itu cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang sulit, seperti: dengarkan aku, jangan memberi komentar, dan lainnya.

Bagi saya ini sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun, jauh lebih santai daripada mengurus rumah, dan saat kebutuhan kami ini terpuaskan maka pernikahan yang kami jalani kian hari juga semakin penuh daya hidup.

Hai suami-istri, tanyakanlah pada pasanganmu: apa yang kau inginkan? Komunikasi akan menyiapkan jalan kebahagiaan dalam pernikahan. Sehingga keduanya akan melangkah dalam jalan bahagia yang memberi kehidupan dalam pernikahan.

Kini, saya tahu kenapa pernikahan ayah ibu tidak bisa bahagia, mereka bersikeras menggunakan cara masing-masing dalam mencintai pasangannya, tapi bukan mencintai sesuai keinginan pasangannya.


Tuhanlah yang menciptakan lembaga pernikahan, setiap pasangan pantas dan layak memiliki sebuah pernikahan yang bahagia, asalkan cara yang kita lakukan itu tepat. Memberi bukan atas kehendak kita sendiri, tapi atas apa yang pasangan kita kehendaki.

Demikianlah seperti yang tertulis dalam Efesus 5:32, “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dengan jemaat.” Bukankah hubungan pasangan suami-istri dalam pernikahan melambangkan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya? Seperti itu juga yang Tuhan mau untuk kita... mempelai-Nya... lakukan yaitu agar kita melakukan apa yang Dia kehendaki bukan yang kita kehendaki.

Tuhan memberkati!