Sunday, December 26, 2010

Percaya saja dan Mujizat terjadi!

Shalom, minggu ini adalah minggu terakhir di tahun 2010, dan kita baru saja merayakan hari Natal pada minggu yang lalu. Ada 2 hal yang perlu kita lakukan di penghujung tahun 2010 ini,
Pertama, renungkanlah apa saja yang sudah kita kerjakan sepanjang tahun 2010 yang sebentar akan berlalu, dan apa saja janji Tuhan yang sudah digenapi dalam hidup kita.
Kedua, memasuki tahun 2011 marilah kita memandang ke depan, memandang pada Kristus Yesus... melihat apa yang dijanjikan-Nya untuk kita di tahun yang akan datang, dan bagaimana kita bisa meraih janji-Nya itu.

Tahun 2010 adalah Tahun Pemulihan dan Kelimpahan, pemulihan yang kita terima bukan hanya soal materi tapi yang lebih penting lagi adalah pemulihan rohani, jika rohani dipulihkan maka materi akan mengikutinya, jika kita mengikut Tuhan maka berkat yang akan mengikuti kita... Pemulihan bukan berarti di tahun ini dosa kita sudah berkurang (he..he...), yang benar harusnya kita tidak lagi berbuat berdosa karena ada pertobatan...sehingga hidup kita pun dipulihkan. Bicara kelimpahan juga bukan hanya soal materi, yang lebih penting adalah kelimpahan dalam hal rohani, kelimpahan rohani berarti ada damai dan sejahtera dalam hidup kita.

Untuk tahun depan, Tuhan memberikan janji-Nya melalui Gembala Pembina: Tahun 2011 adalah Tahun Multiplikasi dan Promosi artinya di tahun 2011, kita akan mengalami pelipatgandaan dan promosi dari Tuhan. Yang dilipatgandakan adalah hal rohani dan tentu saja diikuti pula dengan hal jasmani; promosi juga akan terjadi baik secara rohani dan jasmani. Akan ada kenaikan tingkat dan pelipatgandaan berkat bagi anak-anak Tuhan.

Bagaimana caranya agar janji Tuhan (dan mujizat) tergenapi dalam hidup kita? Penggenapannya tergantung dari respon kita:
  1. Kita harus siap menerima janji Tuhan,
  2. Tetap percaya pada janji Tuhan (apapun yang terjadi).

Apa yang dimaksud dengan siap menerima janji Tuhan?
Siap disini berarti kehidupan kita sebagai anak Tuhan sudah dipersembahkan bagi kemuliaan-Nya sehingga layak di hadapan-Nya, kita lihat dalam Lukas 1:5-6 mengenai kehidupan Zakharia dan istrinya... "Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet. Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat."

Alkitab mencatat bahwa Zakharia dan istrinya adalah orang yang hidup benar dan tidak bercacat di mata Allah, mereka melakukan semua perintah dan ketetapan Tuhan! Pertanyaan yang penting bagi kita semua: Sudahkah kita melakukan hal itu dalam kehidupan kita?

Berikutnya perhatikan dalam Lukas 1:7 "Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya." Walaupun seseorang sudah hidup benar dan tak bercacat di mata Tuhan, bukan berarti orang tersebut akan bebas dari segala persoalan dalam dunia ini, justru melalui persoalan yang ada dalam hidupnya... Tuhan akan memakai hal itu untuk menunjukkan kuasa dan mujizat-Nya melalui penggenapan setiap janji-Nya dalam kehidupannya, sehingga hal itu menjadi kesaksian dan berkat pula bagi yang lain!

Jadi yang pertama, siap itu berarti: hidup benar dan tak bercacat di mata Tuhan.

Yang kedua, perhatikan dalam ayat 5 diatas, Zakharia dan istrinya bukan hanya hidup benar, mereka juga keturunan Harun, seorang imam; berarti mereka juga mempersembahkan hidup dan waktu untuk melayani pekerjaan Tuhan di dunia ini. Tuhan menciptakan kita di dunia bukan hanya untuk menikmati berkat-berkat-Nya tapi lebih dari itu ada misi yang diberikan-Nya pada kita untuk diselesaikan bagi kemuliaan-Nya. Apakah kita sudah tahu dan mengerti apa tujuan hidup kita di dunia ini? Jika sudah maka lakukanlah itu bagi kemuliaan-Nya, jika belum maka tanyakanlah pada Tuhan Pencipta kita, apa tujuan-Nya menjadikan kita hidup dalam dunia ini? Dan Dia pasti akan menjawabnya.

Lalu kita lanjutkan dalam Lukas 1:11-13 "Maka tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat Tuhan berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan. Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut. Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes." Hal ketiga yang Zakharia dan istrinya lakukan sehingga siap menerima janji Tuhan adalah tekun berdoa sampai doanya dijawab oleh Tuhan.

Bayangkan, saat doa Zakharia dan Elisabet dijawab, mereka berdua sudah dalam usia lanjut (ayat 7), misalkan saja usia mereka saat itu 60 tahun, dan mereka berdoa minta anak sejak usia 35 tahun, artinya mereka telah tekun berdoa selama 25 tahun! Bukan waktu yang sebentar tapi mereka mau tekun dan tetap setia berdoa...

Dan tepat pada waktu-Nya (anak Zakharia & Elisabet yaitu Yohanes Pembaptis memang harus lahir lebih dulu dari Yesus, demi misi mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan ke dunia), Tuhan menjawab doa mereka, memberikan janji-Nya dan mujizat-Nya (bisa punya anak dalam keadaan mandul dan usia lanjut... tentu suatu mujizat bukan). Itulah respon pertama yang harus kita miliki jika mau menerima janji dan mujizat Tuhan di tahun 2011.

Respon kedua yang harus kita lakukan adalah tetap percaya pada janji Tuhan (apapun yang terjadi)! Percaya kelihatan lebih mudah jika kita sebelumnya pernah melihat, mendengar kesaksian ataupun mengalami sendiri (tapi yang Tuhan mau bukan hanya percaya karena pernah melihat melainkan percaya karena iman); walaupun itu bukan jaminan kita akan tetap percaya saat janji Tuhan diberikan dalam hidup kita... seperti yang dilakukan Zakharia, respon pertamanya sudah benar namun respon berikutnya masih belum benar. Perhatikan dalam Lukas 1:18 Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya." Dari ayat ini kita bisa mengerti bahwa Zakharia menyangsikan janji Tuhan, dia tidak percaya sepenuhnya karena dalam pikirannya dia beranggapan tidak mungkin seorang yang sudah tua dan lanjut umur bisa hamil dan melahirkan anak.

Respon Zakharia saat janji dan mujizat Tuhan disampaikan kepadanya sungguh ironis dengan responnya yang pertama, apa yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa dia siap tapi saat janji mujizat diberikan dia malah tidak percaya... Doa dan pengharapan selama berpuluh-puluh tahun dilakukannya tapi saat dijawab malah sangsi... Sebagai orang Yahudi dan seorang imam, Zakharia pasti mengerti Firman Tuhan dan hapal isi kitab Taurat dimana ada tertulis kisah hidup Abraham dan Sarah yang juga dikaruniai anak yang Tuhan janjikan yaitu Ishak, pada usia tua dan lanjut; ada pengalaman rohani atau kesaksian hidup dari leluhurnya yang mirip dengan mujizat yang Tuhan janjikan kepada Zakharia... sehingga seharusnya karena hal itu sudah pernah Tuhan lakukan sebelumnya, tentunya lebih mudah bagi Zakharia untuk percaya, TAPI dia tetap saja tidak percaya sepenuhnya... Bagaimana mungkin hal itu akan terjadi? pikirnya...

Dan karena respon Zakharia yang tidak percaya, di ayat 20, Tuhan memberikan hukuman kepadanya: "Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya." Janji dan mujizat Tuhan tetap terjadi bagi Zakharia tapi juga ada hukuman baginya karena kurang percaya...

Jadi bagaimana respon yang benar?
Mari kita lihat dalam Lukas 1:30-35 & 38, dikisahkan bahwa malaikat Tuhan menyampaikan pesan pada Maria bahwa oleh kasih karunia Tuhan, Maria akan mengandung bayi Yesus, dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Maria juga sempat bertanya pada malaikat Tuhan, tapi pertanyaan Maria bukanlah suatu kesangsian namun suatu kewajaran... Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil."

Perhatikan respon Maria setelah mendengar hal itu, di ayat 38: Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia. Bukanlah suatu hal yang mudah untuk bisa percaya pada perkataan malaikat itu, Maria bisa percaya bahwa yang berbicara padanya benar-benar malaikat Tuhan (bukan iblis) karena hidupnya bergaul intim dengan Tuhan sehingga punya kepekaan untuk membedakan roh. Yang lebih dahsyatnya lagi, Maria yang saat itu belum menikah dengan Yusuf tunangannya, tiba-tiba menerima janji mujizat-Nya bahwa dia harus hamil... dia tahu apa konsekuensi yang akan diterimanya (hukum Taurat bagi wanita yang hamil diluar nikah = dosa perzinahan, adalah dirajam sampai mati), belum lagi Yusuf tunangannya pasti akan menolak menikahinya. Namun Maria tetap percaya pada janji Tuhan apapun yang akan terjadi!

Saat itu Yusuf belum tahu kisah yang terjadi dibalik hamilnya Maria, dan baru diberitahu oleh malaikat Tuhan kemudian, lihat dalam Matius 1:18-21. Respon Yusuf setelah mendengar hal itu sama dengan Maria, yaitu percaya pada janji Tuhan, padahal tidak mudah bagi seorang pria mendapati calon istrinya sudah hamil tanpa menikah sebelumnya dengan dirinya... Sebagai catatan: janji mujizat ini belum pernah terjadi sebelumnya, tidak pernah ada pengalaman atau kesaksian hidup sebelumnya dari tokoh Alkitab... Beda dengan mujizat yang dijanjikan pada Zakharia yang walaupun mustahil tapi pernah Tuhan lakukan sebelumnya, bagi Abraham, contohnya. Tapi wanita yang mengandung tanpa persetubuhan melainkan oleh benih Roh Kudus hanya terjadi satu kali ini saja, dan respon Maria serta Yusuf TETAP PERCAYA APAPUN YANG TERJADI! Dan hasilnya: inilah MUJIZAT TERBESAR yang pernah Tuhan Allah kerjakan bagi umat manusia! Yohanes 1:14: Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Tahun 2011 adalah Tahun Multiplikasi dan Promosi, apakah kita siap menerimanya? Apakah kita percaya pada janji-Nya? Jika ya, marilah kita hidup benar di hadapan-Nya, melayani tujuan-Nya, dan senantiasa berharap pada Tuhan serta tetap percaya kepada-Nya... setiap janji-Nya, setiap mujizat-Nya pasti terjadi!

Saat ku tak melihat jalan-Mu
Saat ku tak mengerti rencana-Mu
Namun tetap kupegang janji-Mu
Pengharapanku hanya pada-Mu...

Hatiku percaya, hatiku percaya
Hatiku percaya, selalu kupercaya...


Tuhan memberkati!

Friday, December 17, 2010

A Story Behind Christmas

Lukas 1:5-47, 56-60

Pembahasan firman dalam Injil Lukas ini sangat menarik karena ada sebuah kisah yang bisa disingkapkan yang berhubungan dengan kelahiran Yesus. Ayat 5 ini bercerita tentang Zakharia yang adalah seorang imam dari rombongan Abia (NIV: who belonged to priestly division of Abijah = anggota dari imam divisi Abia).

Bagi kita yang tidak akrab dengan adat istiadat Yahudi, kita perlu mengetahui bagaimana caranya imam-imam Bait Allah bertugas. Menurut 1 Tawarikh 24:7-19, ada 24 rombongan (divisi) imam, dimana salah satunya adalah rombongan Abia. Setiap imam yang ada ditugaskan ke dalam salah satu rombongan tersebut. Masing-masing rombongan bertugas selama satu minggu, dalam setahun mereka mendapat giliran melayani di Bait Allah sebanyak dua kali. Saat ada hari raya, maka ke-24 rombongan akan bertugas bersama-sama.

1 Tawarikh 24:10: ...yang kedelapan pada Abia, Zakharia ada dalam rombongan Abia, sedangkan Abia adalah rombongan imam kedelapan. Karena rombongan imam mulai melayani di Bait Allah sejak bulan Nisan (Maret-April) sebagai awal upacara keagamaan, dan ada beberapa Perayaan/Hari Raya yaitu Paskah (14 Nisan), Roti Tak Beragi (15-21 Nisan), Buah Sulung (16 Nisan), dan Pentakosta (6 Sivan) dan maka jadwal pelayanan tahunan rombongan Abia jatuh pada tanggal 12-18 Sivan (sekitar tanggal 13-19 Juni).

Ayat 8-13: Gabriel memberitakan tentang Yohanes Pembaptis kepada Zakharia. Karena Gabriel berbicara saat Zakharia sedang melayani di Bait Allah maka berita itu diterima Zakharia antara tanggal 13-19 Juni pada tahun 5 SM, dimana Herodes menjadi raja Yudea pada waktu itu.

Selanjutnya pada ayat 23-24: setelah melayani, Zakharia pulang ke rumahnya, lalu istrinya, Elisabet mengandung dan setelah itu selama 5 bulan ia bersembunyi.

Hari terakhir pelayanan Zakharia di Bait Allah sebelum dia kembali ke rumah adalah hari Sabat (19 Sivan), karena hari Sabat maka dia tidak bisa meninggalkan Yerusalem sebelum tanggal 20 yaitu keesokan harinya. Sedangkan rumah Zakharia diperkirakan oleh kebanyakan sarjana Alkitab terletak di Juttah, yang merupakan kota dimana imam-imam Lewi tinggal. Juttah berjarak sekitar 30 mil selatan Yerusalem. Pada jaman itu transportasi yang ada hanyalah dengan berjalan kaki atau naik kuda/keledai. Zakharia baru bisa meninggalkan Yerusalem pada tanggal 20 Sivan, lalu pulang ke rumahnya, diperkirakan dia butuh sekitar 2 hari untuk sampai di rumah dan istirahat (ingat... usia Zakharia sudah tua, ayat 18), sehingga kemungkinan konsepsi (pembuahan) Yohanes Pembaptis terjadi sekitar tanggal 23 Sivan (24 Juni).

Kemudian pada ayat 26: Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel ke Nazaret membawa berita bagi seorang perawan bernama Maria. Lalu ayat 36: Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Perhatikan kedua ayat ini, saat Tuhan menyuruh malaikat Gabriel membawa kabar pada Maria, Elisabet sudah mengandung 6 bulan.

Kemudian kita lanjutkan dalam ayat 39-44: Maria mengunjungi Elisabet, saat itu Maria sudah mengandung bayi Yesus, perhatikan ayat 41-44: Bayi Yohanes Pembaptis, yang berada di rahim ibunya, Elisabet, melonjak ketika Yesus yang dalam rahim Maria masuk ke dalam rumah...Luar biasa!

Mari kita ringkas semuanya dan kembali ke perhitungan waktu,
  • Kemungkinan pembuahan Yohanes terjadi pada tanggal 23 Sivan (24 Juni), 5 SM kemudian setelah itu ayat 26 dan 36 mencatat bahwa Elisabet sudah hamil 6 bulan yang berarti saat itu adalah bulan Juni plus enam bulan yaitu bulan Desember,
  • Lalu ayat 39 mencatat: beberapa waktu kemudian Maria mengunjunginya (berarti waktu kunjungannya adalah di bulan Desember) dan saat itu Maria sudah mengandung bayi Yesus.
Perhatikanlah... bulan Desember... Kita tahu pasti bahwa itu bulan Desember karena Lukas mencatat bahwa konsepsi Tuhan Yesus adalah 6 bulan setelah konsepsi Yohanes Pembaptis (ayat 26 dan 36), sedangkan konsepsi Yohanes diperkirakan pada tanggal 24 Juni. Oleh karena itu, hanya soal perhitungan sederhana bahwa tanggal konsepsi (pembuahan) bayi Yesus jatuh pada tanggal 1 Tevet (25 Desember).

Jadi, Yesus memang TIDAK LAHIR di Hari Natal tanggal 25 Desember, tapi konsepsi-Nya terjadi pada Hari Natal! Bahwa kemungkinan konsepsi Yesus (Yesus sudah ada dalam kandungan) pada tanggal 25 Desember benar-benar luar biasa! Kita tahu bahwa 25 Desember sebenarnya hari libur dan festival pagan (hari ulang tahun dewa palsu) jauh sebelum masa Yesus, yang kemudian diadopsi oleh gereja pada masa kaisar Romawi, Konstantinus, dan dijadikan hari Natal.

Tapi, melihat semua penjelasan diatas... sekarang kita punya alasan untuk merayakan Natal dengan sukacita, sebab kita tahu sekarang bahwa Natal adalah hari yang sangat istimewa dan luar biasa, karena itu adalah hari pertama dimana hidup-Nya sebagai manusia datang ke dunia! Natal adalah hari konsepsi-Nya, dan pada saat itupun Yesus adalah manusia janin yang hidup (bukan gumpalan jaringan, tetapi nyata hidup) dalam rahim Maria!

Mungkin ada yang berpikir bahwa semua penjelasan diatas hanyalah perkiraan, tapi itu semua bukanlah suatu kebetulan, karena dalam Tuhan tidak ada yang kebetulan, ada hal-hal lain yang membuktikan kalau Tuhan merancangkan segala sesuatu tepat pada waktu-Nya!

Mari kita teruskan karena ini masih belum selesai...
Ayat 56-57: Maria (dan bayi Yesus dalam rahimnya) tinggal bersama Elisabet selama 3 bulan, lalu mereka kembali ke rumahnya dan setelah itu Yohanes Pembaptis pun lahir.

Karena konsepsi Yohanes diperkirakan pada tanggal 23 Sivan (24 Juni, 5 SM), maka Yohanes Pembaptis diperkirakan lahir antara pertengahan bulan Nisan, sekitar tanggal 14-15 Nisan, dimana umat Yahudi merayakan Hari Raya Paskah, tahukah anda... setiap Perayaan Paskah ada Jamuan Seder Pesakh, apa pentingnya hal itu? Dalam jamuan tersebut disediakan 5 cawan, dan 1 dari 5 cawan itu (disebut cawan Elia) memang dipersiapkan khusus bagi Elia yang akan datang! Perhatikan apa yang dikatakan malaikat Gabriel tentang Yohanes Pembaptis di ayat 17: ia (Yohanes Pembaptis) akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia, lalu apa yang dikatakan Yesus tentang Yohanes Pembaptis di Matius 17:12: Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang... lalu ayat 13: Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis.

Luar biasa! Yohanes Pembaptis adalah Elia yang akan datang dan dia lahir di saat umat Yahudi merayakan Paskah... dimana memang disiapkan cawan Elia yang diperuntukkan khusus bagi menyambutnya!

Nah apakah sekarang kita sudah selesai? Belum! Karena masih ada satu hal yang lebih luar biasa lagi... mari kita teruskan, dari pembahasan diatas diperkirakan konsepsi Yesus jatuh pada tanggal 25 Desember, 5 SM, setelah sekitar 9 bulan dalam kandungan Maria, maka Yesus diperkirakan lahir pada pertengahan bulan Tisri, sekitar tanggal 15 Tisri (29 September, 4 SM).

Lalu apa istimewanya hal ini? Ada apa tentang 15 Tisri? Tanggal 15 Tisri adalah hari pertama dari Perayaan Pondok Daun dan penyunatan Yesus (saat bayi usia 8 hari, yaitu sama dengan hari kedelapan) adalah hari terakhir dari Perayaan Besar Pondok Daun (Hari Pertemuan Kudus–Holy Convocation, Imamat 23:36)... Luar biasa bukan!

Tahukah anda apa maknanya Yesus lahir bertepatan dengan Hari Raya Pondok Daun?
Yohanes 1:14 mencatat: Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Firman itu (= Tuhan Yesus) telah menjadi manusia, dan diam (= tabernacled, berkemah) di antara kita...

Tuhan Yesus lahir ke dunia, menjadi manusia, artinya: berdiam, tinggal (= tabernacled), berkemah dengan kita, bersamaan dengan dirayakannya Hari Raya Pondok Daun (Sukkot) yang juga disebut Festival Tabernakel/Kemah Suci (Feast of Tabernacles)!

Suatu kebetulankah?? TAPI kita tahu tidak ada yang kebetulan di dalam Tuhan... semua hal ada dalam rencana-Nya. Terpujilah Tuhan Allah kita dari kekal hingga kekal... selama-lamanya!

Sunday, December 5, 2010

Hamba yang tidak mau Mengampuni

Matius 18:21-35

Ayat 21, Petrus bertanya: sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?, kenapa Petrus bertanya berapa kali? Dan kenapa dia menanyakan apakah cukup sampai 7 kali?

Tradisi Yahudi mengajarkan bahwa suatu kesalahan yang sama hanya bisa diampuni sebanyak 3 kali. Bahkan di jaman sekarang ini pun kita sering mendengar peraturan baik tertulis ataupun tidak, bahwa untuk suatu kesalahan diberikan toleransi hingga 3 kali (contoh: dalam dunia pekerjaan, umumnya, Surat Peringatan diberikan maksimal 3 kali).

Apa yang Petrus tanyakan: sampai 7 kali? berarti menunjukkan responnya yang berusaha untuk lebih baik daripada aturan yang biasanya berlaku umum, dengan kata lain pertanyaan Petrus bisa diartikan: Apakah cukup jika saya sudah mengampuninya lebih banyak dari yang dilakukan oleh orang lain atau tradisi atau umumnya?

Namun Tuhan Yesus tidak melihat hal pengampunan seperti kita melihatnya... Pengampunan bukan soal berapa kali mengampuni, karena itu Yesus memberikan jawaban yang berbeda: Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Bagi Yesus, mengampuni adalah sikap hati. Jumlah perkalian yang Yesus katakan bukan menunjuk pada jumlah angka pengampunan tertentu. Dengan jawaban itu, Yesus ingin menekankan bahwa anak Tuhan harus bisa mengampuni terus menerus, dengan tidak terbatas atau dengan kata lain: mengampuni adalah gaya hidup anak Tuhan.

Pertanyaan buat kita semua: Bisakah kita bisa mengampuni kesalahan orang lain secara tidak terbatas?

Mari kita lihat apa latar belakang Petrus menanyakan soal mengampuni ini, perhatikan kembali ayat 21, Petrus bertanya dengan memberi contoh: sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Garis bawahi kata saudaraku (KJV: my brother).

Disakiti oleh orang yang dekat dengan kita, seperti: suami/istri atau orangtua atau anak atau saudara atau sahabat tentunya terasa jauh lebih sakit daripada jika hal itu dilakukan oleh orang lain. Tuhan Yesus mengerti hal itu tapi Dia malah mengatakan agar kita mengampuni sampai tidak terbatas. Padahal kelihatannya untuk mengampuni seseorang hingga tidak terbatas itu bagaikan mimpi, sesuatu yang tidak masuk akal.

Secara manusiawi memang tidak mudah untuk bisa mengampuni, apalagi terus menerus hingga tidak terbatas seperti yang Tuhan perintahkan. Tapi jika Yesus sampai memerintahkan dan menekankan hal ini berarti itu adalah kehendak-Nya dalam hal mengampuni; dan artinya kita bisa melakukannya (walaupun tidak mudah..hehe..). Biasanya yang jadi hambatan dalam melaksanakan kehendak Tuhan adalah sikap hati kita; memilih antara mau taat atau tidak?

Agar kita mengerti dan bisa melakukan kehendak-Nya, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan-Nya dalam ayat 23-34.

Ayat 24-25, ada seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta, hutang 10.000 talenta adalah jumlah yang sangat-sangat besar. Sebagai perbandingan, upah 1 tahun adalah 300 dinar, 1 talenta = 6000 dinar, jadi untuk mendapatkan 1 talenta orang harus bekerja selama 20 tahun, untuk 10.000 talenta berarti bekerja selama 200.000 tahun. Bayangkan harus bekerja 200.000 tahun baru bisa melunasi hutang tersebut. Ini tentu saja mustahil! Bahkan jika orang itu dibantu isteri dan dua anak sekalipun maka mereka masih harus bekerja selama 50.000 tahun barulah hutang itu lunas! Benar-benar mustahil... karena umur manusia tidak akan mungkin mencapai puluhan ribu tahun.

Ayat 26-27, setelah hamba itu memohon ampun, sang raja akhirnya berbelas kasihan dan menghapuskan hutangnya yang mustahil untuk dibayar oleh hamba itu. Kisah ini menggambarkan kehidupan kita yang tadinya sebagai orang berdosa dan tidak bisa lepas dari akibat dosa itu = kematian kekal (sesuatu yang mustahil seperti melunasi hutang 10.000 talenta dengan bekerja 200.000 tahun) dan hanya pengampunan/penebusan dari Tuhan Yesus (sang Raja) yang bisa menyelamatkan/membebaskan kita dari dosa itu.

Kita lanjutkan dalam ayat 28, setelah menerima pengampunan yang tidak terkira besarnya, hamba itu lalu bertemu dengan hamba lain yang berhutang kepadanya sebesar 100 dinar. Jumlah yang lumayan besar karena sama dengan upah kerja 100 hari (tapi jelas, sangat-sangat kecil dibandingkan hutang 10.000 talenta hamba itu pada sang raja), karena itu ia memaksa kawannya untuk membayar hutangnya bahkan sampai menangkap dan mencekiknya.

Perhatikan ayat 29: Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Kawannya itu memohon pengampunan sama seperti yang hamba itu lakukan sebelumnya di hadapan sang raja... Tapi apa respon hamba itu? Ayat 30: Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Hamba itu tidak mau mengampuni kawannya bahkan memasukkannya ke dalam penjara.

Apa kesimpulan kita untuk orang seperti hamba itu?
  • Bukankah hamba itu seorang yang tidak tahu diuntung?
    Hutangnya 10.000 talenta diampuni, tapi sulit mengampuni hutang kawannya yang hanya 100 dinar.

  • Bukankah hamba itu seorang yang tidak sabar?
    Ia diampuni untuk hutang 10.000 talenta yang mustahil terbayar apapun juga yang dilakukannya, tapi ia tidak mau menunggu kawannya berusaha membayar hutang (yang sebenarnya masih masuk akal untuk dibayar).

  • Bukankah hamba itu seorang yang tidak punya belas kasih?
    Ia tidak mengerti bahwa ia telah menerima pengampunan yang begitu besar dan tidak terbatas, yaitu saat sang raja berbelas kasihan dan mengampuninya. Dan seharusnya jika belas kasihan itu ada dalam dirinya, ia pun bisa mengampuni kawannya sebagaimana sang raja sudah lebih dulu mengampuninya.
Anak-anak Tuhan sesungguhnya diposisikan seperti hamba itu, kita telah menerima pengampunan yang tidak terkira besarnya dari Tuhan; jadi sikap apa yang seharusnya kita lakukan seandainya yang diposisikan sebagai kawan si hamba adalah orang-orang (mungkin teman, saudara, pasangan, anak, orangtua, dsb) yang pernah menyakiti kita, dan kesalahan yang mereka lakukan pada kita memang besar (seperti hutang 100 dinar, tapi tetap lebih besar 10.000 talenta hutang kita sebelumnya).

Apakah kita akan bersikap sama seperti sikap hamba jahat itu? Ataukah kita lebih memilih menuruti kehendak Tuhan yaitu mengampuni tanpa batas, mengampuni dengan segenap hati?

Yang pasti, Tuhan Yesus kembali menegaskan pada kita melalui perumpamaannya, sikap yang seharusnya kita lakukan dalam mengampuni, di ayat 33, Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?

Kolose 3:13
Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

Dan jika hal itu tidak kita lakukan maka inilah yang akan Tuhan lakukan pada kita, ayat 34, Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.

Ulangan 11:26-28,
Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk:
berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini;
dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini,


Tuhan memberkati!