Sunday, February 19, 2012

Gaya Hidup yang Berkenan

Perkenanan bicara mengenai persetujuan, perkenanan Tuhan berarti ada penyertaan dan berkat khusus dari Tuhan untuk kita. Itu berarti Tuhan akan membuat perjalanan kita berhasil karena Dia sendiri yang menuntun dan menetapkan langkah kita.

Ada banyak contoh dari tokoh-tokoh Alkitab yang mendapatkan perkenanan Tuhan antara lain:
a. Habel, Kejadian 4:3-5
b. Nuh, Kejadian 8:20-21, 9:1
c. Daud, Kisah 13:22

Dari kisah hidup tokoh-tokoh Alkitab itu bisa ditarik satu benang merah yang menghubungkan mereka semua, suatu tindakan yang menyebabkan perkenanan Tuhan ada dalam hidup mereka.

Benang merah itu adalah gaya hidup mereka yang berkenan di mata Tuhan! Mereka melakukan apa yang berkenan di mata Tuhan (pribadi mereka sendiri yang berkenan kepada-Nya, bukan apa yang mereka persembahkan) sehingga perkenanan Tuhan pun dicurahkan bagi mereka.

Tahun 2012 adalah kairos Tuhan, tahun Perkenanan Tuhan; jika kita mau mendapatkan perkenanan Tuhan maka satu-satunya cara hanya dengan hidup berkenan di mata Tuhan.

Bagaimana caranya hidup berkenan kepada Tuhan?

1. Dalam 1 Samuel 15:22 dikatakan: mendengar lebih baik daripada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik daripada lemak domba jantan (persembahan terbaik, ingat kiash Habel). Dalam KJV, lebih jelas lagi: ketaatan lebih baik dari pengorbanan, mendengarkan lebih baik dari lemak domba jantan. Hal pertama yang harus dilakukan jika mau hidup berkenan di mata Tuhan: mendengarkan Firman dan menaatinya!

2. Mazmur 5:5 Tuhan kita bukanlah Allah yang berkenan pada orang fasik/jahat, dengan kata lain Tuhan berkenan pada orang benar. Bahkan di Mazmur 37:23-24 dikatakan (dan juga ada nyanyiannya):

TUHAN menetapkan langkah-langkah orang
yang hidupnya berkenan kepada-Nya;
apabila ia jatuh, tak sampai tergeletak,
sebab TUHAN menopang tangannya.


Siapa yang dimaksud orang benar itu? Jawabannya ada di Mazmur 37 ayat 25-28, 30-31, orang benar adalah orang yang menjauhi hal yang jahat, melakukan yang baik, punya belas kasihan, menjadi berkat bagi sekitarnya, mulutnya penuh hikmat, lidahnya memperkatakan hukum dan dalam hatinya ada hukum Tuhan yang menuntun langkah hidupnya.

Lebih jelas lagi dalam Roma 8:8 dikatakan, bahwa: "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." Jadi orang benar itu adalah orang yang hidupnya dipimpin oleh hukum Tuhan dalam hatinya yaitu hidup dalam Roh Allah.

Hal kedua yang harus kita lakukan agar berkenan di mata-Nya: hidup benar = hidup dipimpin oleh Roh Allah.

3. Ibrani 11:5-6, Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.

Dalam sejarah PL, hanya 2 orang yang tercatat tidak mengalami kematian jasmani, mereka diangkat oleh Allah ke sorga dan salah satunya adalah Henokh. Dia diangkat karena berkenan kepada Tuhan, apa sebabnya Henokh berkenan? Alkitab mencatat karena Henokh hidup dengan beriman kepada Tuhan.

Hal ketiga yang harus dilakukan jika mau hidup berkenan kepada Tuhan: hidup oleh iman!

Jadi jika kita mau ada perkenanan Tuhan dalam hidup kita, marilah kita juga punya gaya hidup yang berkenan kepada-Nya, hidup dengan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya.

Tuhan memberkati...

Saturday, February 4, 2012

Topeng Pernikahan

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini kita dituntut untuk bisa hidup benar sesuai perintah Tuhan, demikian pula dalam kehidupan pernikahan, kita pun dituntut untuk jujur dan benar dalam posisi kita, baik sebagai suami maupun sebagai istri. Adanya kejujuran membuat rumah tangga menjadi lebih baik, sebaliknya ketidakjujuran atau kepalsuan pada akhirnya akan menghancurkan rumah tangga.

Bisa dibayangkan bagaimana jadinya sebuah pernikahan bila suami istri tidak jujur kepada pasangan hidupnya. Sang suami memberitahukan kepada istrinya kalau dia pulang terlambat karena harus menghadiri pertemuan/rapat penting, misalnya. Akan tetapi, yang terjadi ternyata bukan demikian, sang suami malah pergi bersama teman-teman kantornya untuk bersenang-senang atau lebih parahnya lagi dia berselingkuh dengan wanita idaman lain (WIL).

Sebaliknya, sang istri ijin pada suaminya untuk pergi keluar rumah menghadiri acara gereja katanya, tapi kemudian malah mampir jalan-jalan di mall, singgah di rumah teman, ngobrol, dan sebagainya, sehingga terlambat pulang ke rumah lalu berbohong agar suaminya tidak ngomel. Atau contoh lainnya, seorang istri yang terbiasa membelanjakan uang dengan seenaknya karena punya hobi belanja, namun saat ditanya pertanggung-jawabannya oleh sang suami, ia berkelit dengan menyebutkan pengeluaran untuk kebutuhan-kebutuhan rumah tangga yang ada.

Masih banyak contoh-contoh kepalsuan yang dilakukan oleh pasangan suami istri dalam kehidupan pernikahan mereka bahkan ada keluarga yang dibangun dengan kepalsuan tersebut, sehingga banyak suami isteri yang berpikir sudah mengenal pasangannya, namun sebenarnya yang mereka kenal hanyalah ‘topeng’ pasangan mereka.

Seperti kisah berikut ini, dimana ada satu pasangan suami-isteri yang telah lama menikah dan sudah mempunyai anak. Selama ini hidup pernikahan mereka baik-baik saja dan tidak ada pertengkaran yang mengarah kepada perceraian. Dari luar terlihat bahwa keluarga ini adalah keluarga yang harmonis, sang suami sayang pada istrinya demikian pula sebaliknya. Namun suatu ketika sang suami sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.

Pada saat jenazah sang suami disemayamkan, tiba-tiba datanglah seorang wanita dengan membawa seorang anak kecil. Sang istri yang ditinggal oleh suaminya tidak mengenali wanita dan anak itu karena memang bukan teman atau kerabat dari keluarga mereka. Namun wanita itu menangis terisak-isak di hadapan jenazah suaminya… bagaikan petir di siang bolong, sang istri terkejut saat mengetahui bahwa selama ini wanita itu sudah menjadi ‘simpanan’ suaminya! Ternyata apa yang selama ini dia ketahui tentang suaminya sangat jauh berbeda dengan kenyataan yang ada di depan matanya.

Selama ini sang istri mengenal pasangannya sebagai suami dan ayah yang setia, ternyata dia baru tahu sekarang kalau suaminya telah mempunyai WIL, bahkan sampai mempunyai seorang anak. Dia merasa tertipu dan hanya bisa menangis sambil memukul-mukul tubuh suaminya yang sudah terbujur kaku.

Apa saja kepalsuan atau ‘topeng’ yang mungkin terjadi dalam pernikahan?

1. Kekuatiran masa lalu, karena takut pasangannya tidak dapat menerima dirinya jika tahu yang sebenarnya maka orang mengambil tindakan untuk menutupinya. Contoh: suami/istri punya kecenderungan gay/lesbian, tapi tetap menikah dengan pasangan lain jenis demi status sosialnya lalu dengan diam-diam mereka juga masih berhubungan dengan sesama jenis, atau seorang wanita yang pernah melakukan hubungan sex sebelumnya (sehingga tidak perawan lagi) lalu untuk menutupinya, dia melakukan operasi agar jadi perawan kembali.

2. Kemunafikan yang dilakukan seseorang agar pasangannya menghormati atau menganggapnya ‘hebat’ soal kekayaan, pekerjaan, dan sebagainya. Padahal mungkin saja selama ini dia mengelola keuangannya dari hutang (gali lubang, tutup lubang) atau malah karena ditolong orangtuanya.

3. Kesempurnaan yang ditampilkan seseorang agar ia selalu kelihatan sebagai pasangan yang baik. Contoh: suami yang baik itu selalu pulang tepat waktu di rumah dan jarang keluyuran, tapi sebenarnya setiap jam istirahat dia kerap berselingkuh dengan WIL di kantornya atau bisa saja seseorang berusaha tidak pernah marah, selalu mengalah, selalu mengulurkan tangan agar kelihatan sempurna di mata pasangannya, padahal semua itu dilakukan untuk menutupi perbuatan salahnya yang tersembunyi.

Apa sebabnya ada kepalsuan dalam pernikahan?

1. Adanya konsep yang keliru dalam memandang pernikahan, bahwa pernikahan itu harus baik dan sempurna. Padahal pernikahan itu bukan harus sempurna, melainkan akan disempurnakan oleh kasih Tuhan.

2. Adanya pengalaman-pengalaman masa lalu yang tidak dapat diterima.

3. Akibat pola didik atau pola asuh yang salah tentang kejujuran. Sedari kecil, anak terbiasa melihat orangtuanya berbohong atau tidak pernah diajari nilai-nilai kejujuran, akibatnya setelah dewasa dia akan terbiasa berbohong/berpura-pura.

4. Kekuatiran yang berlebihan. Sudah membayangkan adanya penolakan dari pasangan, sehingga enggan untuk mengungkapkan dengan sejujurnya.

5. Ketidakberanian menghadapi kenyataan.

Lalu bagaimana cara mengatasi kepalsuan ini?

Perlu adanya kesiapan dan komitmen dari pasangan suami istri untuk saling terbuka/jujur. Setiap suami istri harus belajar untuk bisa menerima pasangan apa adanya. Jangan pernah memulai untuk menutupi hal yang ‘kecil’ sekalipun karena lama-lama dosa kecil itu bisa menjadi besar (Lukas 16:10). Masing-masing harus rela berkorban, menerima dan menjadi satu (unity) dengan pasangannya baik dalam pikiran, perasaan dan kehendak, Matius 19:6a “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.”

Ingatlah kebahagiaan pernikahan yang ‘palsu’ hanyalah kebahagiaan yang semu dan sementara, dibaliknya akan ada kehancuran yang sangat menyakitkan. Namun dengan kasih yang sejati dalam Tuhan Yesus, semua hal yang kelihatannya kurang sempurna dalam pernikahan dapat dijadikan-Nya baik dan sempurna, asalkan suami istri mau sepakat (unity) dan hidup benar di hadapan-Nya.

Tuhan memberkati...