Saturday, December 7, 2013

Kuasa Allah dalam Keluarga Kristen

"Kiranya Engkau sekarang berkenan memberkati
keluarga hamba-Mu ini, supaya tetap ada
di hadapan-Mu untuk selama-lamanya.
Sebab apa yang Engkau berkati, ya TUHAN,
diberkati untuk selama-lamanya."
(1 Tawarikh 17:27)

Keluarga merupakan lembaga yang fenomenal dan universal. Di dalamnya terdapat anak-anak yang dipersiapkan untuk bertumbuh. Keluarga adalah lembaga masyarakat paling kecil tetapi paling penting. Bahkan keluarga pertama di dunia ini dibentuk sendiri oleh Allah, yaitu keluarga Adam (Kejadian 1:27-29). Adam sebagai suami Hawa sekaligus ayah dari Kain dan Habel, Hawa sebagai istri Adam sekaligus sebagai ibu Kain dan Habel, Kain dan Habel sebagai anak-anak dari Adam dan Hawa. Inilah keluarga pertama yang dibentuk oleh Allah.

Sayangnya di jaman akhir ini, pengertian tentang keluarga yang sesungguhnya seringkali menjadi bias, karena adanya pengertian keluarga yang tidak sesuai dengan rancangan Tuhan, misalnya keluarga yang dibentuk pasangan sejenis (bukan ayah dan ibu), atau sekumpulan orang yang berkelompok lalu menyebut kelompoknya sebagai ‘keluarga’ tapi untuk maksud-maksud yang tidak baik (keluarga mafia), dan sebagainya.

Keluarga Kristen


Menurut kamus bahasa Indonesia yang dimaksud keluarga adalah ayah/bapak dan ibu beserta anak-anaknya; seisi rumah, inilah yang disebut sebagai keluarga inti.

Selain keluarga kecil atau keluarga inti, ada juga yang disebut keluarga besar, yaitu keluarga yang tidak hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak tapi mencakup kakek, nenek, paman, bibi, ipar, keponakan dan lain-lain; keluarga yang didasarkan pada hubungan kekerabatan dari pihak ayah maupun pihak ibu.

Lalu apa yang dimaksud dengan keluarga Kristen?

Keluarga Kristen adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anaknya yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani Kristus dalam kehidupannya sehari-hari. Pengertian ini sesuai dengan arti kata Kristen itu sendiri, yaitu pengikut Kristus, yang meneladani kehidupan dan ajaran-ajaran Kristus.

Pentingnya Keluarga


Berikut ini beberapa gambaran mengenai pentingnya keluarga:
  1. Keluarga sebagai tempat kita bertumbuh. Manusia sebagai mahluk hidup diciptakan dengan potensi untuk bertumbuh. Ibarat tanaman yang ditanam di sebuah pot, demikian pula kita dalam keluarga. Tuhan menempatkan kita dalam wadah keluarga, sebagai tempat yang memberi energi, perhatian, komitmen, kasih dan lingkungan yang kondusif untuk anggotanya bertumbuh dalam kehidupan ini, khususnya dalam pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus.
  2. Keluarga sebagai pusat pengembangan. Dalam keluarga setiap anggotanya bisa bebas mengembangkan karunianya masing-masing. Di dalam keluarga, landasan kehidupan anak-anak dibangun dan dikembangkan.
  3. Keluarga sebagai tempat yang aman. Barangkali orang lain sering tidak memahami kesulitan hidup yang kita rasakan tetapi di dalam keluarga kita mendapat perhatian, perlindungan dan dukungan dari anggota keluarga lainnya.
  4. Keluarga sebagai laboratorium hidup bagi setiap anggota keluarga. Orangtua (ayah dan ibu) harus bisa berperan seperti yang Tuhan kehendaki yaitu menjadi teladan bagi anak-anaknya agar nilai-nilai kehidupan Kristus bisa ditanamkan sedini mungkin, dan anak-anak bisa mulai menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
  5. Keluarga sebagai tempat belajar untuk mengatasi masalah. Tidak ada keluarga yang tidak menghadapi permasalahan hidup. Seringkali permasalahan muncul secara tidak terduga. Misalnya, konflik suami-istri, problem anak remaja, masalah ekonomi/keuangan, dan sebagainya. Namun, jika kita mau mengijinkan kuasa Allah bekerja dalam keluarga kita, maka semua persoalan pasti akan dapat diselesaikan.
Bagaimana menjadi keluarga Kristen yang benar?

Keluarga akan menjadi benar jika setiap hubungan di dalamnya juga benar. Untuk mengetahui apa saja bentuk hubungan yang benar kita dapat melihatnya dalam pedoman hidup yang Tuhan berikan di Efesus 5:22-23, 6:1-4, dan Kolose 3:18-21. Dalam ayat-ayat tersebut bentuk hubungan dalam keluarga yang benar adalah sebagai berikut:
  1. Suami mengasihi istri dan tidak boleh berlaku kasar pada istrinya.
  2. Istri tunduk dan taat kepada suami dalam segala hal.
  3. Orangtua mendidik anak-anak di dalam ajaran dan nasihat Tuhan, serta tidak membangkitkan amarah anak-anaknya.
  4. Anak-anak menghormati dan menaati orang tuanya.

    Seperti posisi keluarga yang merupakan suatu lembaga/unit yang paling kecil, dan menjadi bagian dalam masyarakat, demikian kita sebagai keluarga Kristen, juga menjadi bagian dari suatu keluarga Kristen yang lebih besar lagi yaitu persekutuan saudara-saudara seiman, disebut  gereja. Karena itu jika keluarga-keluarga dalam satu kota sehat, maka kotanya akan menjadi kuat; jika keluarga-keluarga Kristen dipenuhi kuasa Allah maka gereja-gereja juga penuh kuasa Allah, demonstrasi kuasa Allah akan nyata dan berdampak luas bagi kota bahkan negeri dimana gereja berada.

    Kita mungkin sudah pernah mendengar kisah ini, tapi ini bukanlah dongeng melainkan kisah nyata kehidupan dua keluarga yang berbeda, yang satu mengandalkan kuasa Allah dalam kehidupan keluarganya, sedangkan yang lainnya hidup tanpa kuasa Allah. Mereka berdua hidup pada abad ke-18, yang pertama adalah Dr. Jonathan Edwards, seorang rektor, pendeta  yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani. Yang kedua adalah Max Jukes, seorang penyelundup yang tidak bermoral. Jonathan Edwards menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang baik. Mereka membangun keluarganya dalam takut akan Tuhan, sesibuk apapun Jonathan senantiasa menyediakan waktunya untuk bersekutu dengan Tuhan dan keluarganya.

    Sedangkan Max Jukes hidup tanpa aturan, dan keluar masuk penjara, keluarganya berantakan dan tidak terurus dengan baik. Melewati ratusan tahun, silsilah kedua orang ini dilacak dan diteliti, lalu ditemukan bahwa dari Dr. Edwards terdapat 729 keturunan, dimana 300 orang menjadi pengkhotbah, 65 orang menjadi profesor di universitas, 13 orang menjadi penulis, 3 orang menjadi pejabat pemerintah, dan 1 orang menjadi wakil presiden Amerika, keturunan-keturunan Dr. Edwards memberi kontribusi besar dan positif bagi negaranya. Sedangkan dari Max Jukes terdapat 1.026 keturunan, dimana  300 orang diantaranya mati muda, 100 orang dipenjara, 190 orang menjadi pelacur, dan 100 orang menjadi pemabuk, secara keseluruhan keturuna-keturunan Max Jukes membawa dampak yang merugikan bagi negaranya.

    Dari kisah diatas, kita bisa melihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai dari generasi terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa lingkungan dan hal yang banyak mempengaruhi pembentukan watak, iman, dan tata nilai seseorang adalah keluarga asalnya (the family of origin). Keluarga asal dianggap paling berperan dan berharga dengan berbagai dinamika dan kondisi apapun. Dalam Mazmur 78:5 dicatat, “Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka”. Jadi untuk bisa membentuk keluarga yang benar hanya dengan mengijinkan kuasa Allah bekerja didalamnya.

    Pilihan sekarang ada pada diri kita, apakah kita mau membangun keluarga yang dipenuhi kuasa Allah atau membangunnya dengan pikiran dan kekuatan sendiri? Tapi ingat, pilihan yang kita pilih itu bukan hanya menentukan kehidupan kita tapi juga kehidupan anak atau cucu kita bahkan kehidupan generasi yang lebih jauh lagi.

    Sunday, May 12, 2013

    Kunci Pemulihan

    Kita pasti pernah mengalami suatu keadaan yang tidak baik, rasanya kering dan hambar, mengecewakan, benar-benar bukan suatu keadaan yang tidak mengenakkan, yang tidak diinginkan; dalam kondisi demikian tentunya kita mau pemulihan bisa terjadi pada kehidupan kita baik secara pribadi, rumah tangga/keluarga, orangtua, anak, dalam pekerjaan, usaha, dan sebagainya.

    Saudara percaya kalau Tuhan juga mau pemulihan terjadi atas hidup kita?

    Kita lihat dalam Lukas 1:16-17:
    “ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka, dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya."

    Di akhir zaman ini, Tuhan mau memulihkan keadaan kita, anak-anakNya karena itu adalah bagian dari persiapan untuk menyambut kedatanganNya yang kedua kali ke dunia ini. Oleh sebab itu semua hal yang berhubungan dengan pemulihan pasti akan didukung oleh Tuhan karena ini adalah kairosnya Tuhan!

    Jadi kalau kita mau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pemulihan yang benar, Tuhan pasti akan mendukung dan menolong kita. Firman dalam Lukas tadi berbicara mengenai Yohanes Pembaptis yang adalah Elia yang akan datang itu (Matius 11:13-14).


    Jika kita mau dipulihkan maka kita harus melihat apa yang dikerjakan oleh nabi Elia saat dia dipakai Tuhan untuk memulihkan keadaan bangsa Israel di dalam 1 Raja 18:1-45.

    1 Raja 18:36-38:
    Kemudian pada waktu mempersembahkan korban petang, tampillah nabi Elia dan berkata: "Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini. Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali." Lalu turunlah api TUHAN menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya.

    Ada tiga hal yang Elia kerjakan sehingga api Tuhan turun dan pemulihan terjadi:

    1. Ayat 30: Kata Elia kepada seluruh rakyat itu: "Datanglah dekat kepadaku!" Maka mendekatlah seluruh rakyat itu kepadanya. Lalu ia memperbaiki mezbah TUHAN yang telah diruntuhkan itu.

    Hal pertama yang Elia lakukan adalah memperbaiki, membangun kembali mezbah Tuhan -> ini bicara mengenai kehidupan DOA PRIBADI kita dengan Tuhan.

    2. Ayat 31-32: Elia mengambil 12 batu dan menyusun/mendirikan batu-batu itu menjadi mezbah -> ini bicara mengenai adanya UNITY, KESATUAN HATI, baik sebagai suami-istri, orangtua-anak, atasan-bawahan, gembala-pengerja, dan sebagainya, termasuk kesatuan diri pribadi kita dengan Tuhan/Roh Kudus.

    3. Elia mempersembahkan korban (nabi Baal juga melakukan hal itu) namun bedanya, ayat 34-35, Elia menyiram korban dan mezbahnya dengan air sampai tiga kali, apa maksudnya?

    a. pengertian pertama, mungkin Elia melakukan hal itu untuk menunjukkan bahwa api yang membakar korbannya bukan karena cuaca yang panas, jadi disiram air agar basah untuk membuktikan bahwa benar api Tuhan yang turun.

    b. pengertian kedua, air adalah sesuatu yang mahal dan berharga saat itu, karena sedang masa kekeringan, namun Elia mempersembahkannya bahkan sampai tiga kali.

    Saudara, jika mau hidupmu dipulihkan maka PERSEMBAHKAN apa yang paling berharga dalam hidupmu, berikan itu bagi Tuhan bukan hanya sedikit, seperempat atau setengah tapi SEMUANYA.

    Bukankah yang diminta-Nya adalah Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Matius 22:37), segenap, berarti semuanya, seluruhnya, 100% untuk Tuhan!

    Tuhan Yesus memberkati...

    Saturday, April 13, 2013

    Tidak saling menuntut

    Owa Jawa (hylobates moloch) adalah sejenis kera kecil yang hidup di Pulau Jawa, meskipun banyak penduduk di Pulau Jawa yang tidak mengetahui keberadaan satwa yang sudah di ambang kepunahan ini. Owa Jawa, sebagaimana beberapa jenis owa lain, biasanya hidup berpasangan dan monogami. Untuk mendapatkan pasangan yang cocok, Owa Jawa kadang memerlukan waktu yang panjang. Namun setelah mendapatkannya, pasangan ini akan bertahan seumur hidup. Benar-benar tak tergantikan. Jika pasangannya mati, owa tersebut biasanya tidak akan mencari pasangan lagi. Sampai mati.

    Cinta kasih kita sebagai manusia tentu semestinya melebihi cinta kasih satwa. Walaupun kini tengah marak fenomena perceraian dalam hubungan suami-istri, tetapi yang Tuhan kehendaki adalah hubungan yang harmonis layaknya Tuhan dengan jemaat-Nya. Efesus 5 dengan jelas menggambarkan hubungan ini. Ada cinta kasih dan kesetiaan yang dibutuhkan dalam hubungan antara suami dan istri - yakni seperti Kristus dengan jemaat-Nya. Dan, hubungan yang dipersatukan oleh Allah harus dipelihara dengan baik sebagai wujud ungkapan syukur terhadap Tuhan, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Markus 10:9).

    Akan tetapi realita saat ini justru sebaliknya. Banyak perceraian terjadi karena ada ketidakpuasan dalam rumah tangga. Dalam membina rumah tangga, suami dan istri seharusnya bisa saling menyatakan cinta kasih tanpa memiliki sikap menuntut dan dituntut.

    Jika melihat Firman Tuhan dalam Efesus 5:22-23 kata ‘tunduklah’ seperti menjadi suatu tuntutan sikap bagi istri kepada suami. Isteri harus tunduk pada suami, seperti halnya seorang bawahan kepada atasan/kepalanya. Namun isteri pun seolah bisa menuntut agar suami mengasihinya seperti yang tertulis dalam ayat 25. Istri menuntut suami agar dikasihi dan suami menuntut istri agar tunduk kepadanya. Masing-masing melihat apa yang jadi bagian pihak lain, apa yang harus dilakukan oleh pasangannya...sungguh disayangkan, kenapa masing-masing tidak lebih dulu mengerjakan apa yang jadi bagiannya?

    Tidaklah heran apabila yang terjadi akhirnya malah masing-masing pihak saling menuntut haknya dalam rumah tangga. Suami atau istri lebih mementingkan kepentingannya sendiri bukan pasangannya. Kenapa hal ini bisa terjadi padahal pada masa awal kisah cinta kasih sikap mereka tentunya tidak demikian. Matius 24:12 mencatat: “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.” Kedurhakaan yang dimaksud disini dalam bahasa Inggrisnya tertulis: iniquity yang bisa diartikan sebagai ketidakadilan, kelaliman, perbuatan salah atau bahkan ketidaksusilaan.

    Perjalanan cinta kasih setiap pasangan tentunya tidak selalu mulus-mulus saja, ada banyak hal yang terjadi apalagi dalam membina rumah tangga, kurangnya waktu untuk berkomunikasi, kesibukan pekerjaan, atau ada perbuatan suami yang tidak berkenan pada istrinya dan sebaliknya, namun apapun yang diperbuat oleh pasangan kita...jangan sampai hal itu membuat cinta kasih yang awalnya ‘panas’ menjadi ‘dingin’.

    Cinta kasih yang memudar menyebabkan suami atau istri mulai saling menuntut, padahal seharusnya cinta kasih yang sejati itu adalah cinta kasih tanpa menuntut dan dituntut... Seperti kasih Kristus kepada kita, Dia yang telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah, memberi diri-Nya disiksa bahkan disalib untuk menebus dosa kita tanpa paksaan, bahkan saat kita masih berdosa dan belum menyadarinya, dan semuanya itu dilakukan oleh Kristus semata-mata hanya karena cinta kasih-Nya pada kita, kasih yang tidak menuntut, kasih yang tidak dipaksa, kasih yang sejati!

    Sesungguhnya rumah tangga Rani tampak bahagia dan tak ada kekurangan yang bisa dicela oleh orang-orang yang melihatnya. Akan tetapi jika dilihat di dalamnya, yang terjadi sesungguhnya adalah sandiwara. Rani dan Roni, suaminya, berada dalam jarak psikologis yang sulit disatukan.

    Masing-masing merasa tidak butuh dengan pasangannya. Rani asyik dengan kesibukannya mengurus Cindy, anak satu-satunya yang kini masuk Playgroup. Roni sibuk dengan usaha yang amat menguras tenaga, waktu dan juga perhatiannya. Sesampai di rumah, keinginan Roni hanyalah istirahat, melepas lelah. Ia tidak ingin diganggu oleh isteri dan ulah anaknya. Sementara, Rani sebenarnya ingin bisa berbagi cerita, ingin dimanja dan mendapatkan perhatian dari Roni.

    Namun karena keinginannya hampir tidak pernah menjadi nyata, semakin lama Rani mulai berusaha untuk memupus angan-angan indahnya berumah tangga. Ia mulai melaksanakan semua kegiatannya sendirian. Ia belajar menyelesaikan semua masalahnya sendiri, karena Roni tak mau mengerti. Ia bahkan mengurus anaknya sendiri, dan akhirnya iapun mulai menikmati hidup sebagai seorang yang mandiri, kendatipun memiliki suami.

    Kondisi ini terus berlangsung sehingga Rani dan Roni mulai merasakan nyaman dalam keadaan kesendirian, dan perlahan merasa tidak saling membutuhkan lagi.

    Jika hal ini terus dibiarkan, tentunya cinta Rani dan Roni akan menjadi padam dan akhirnya konflik yang terjadi dengan mudah akan menggoyahkan serta mengoyak hubungan rumah tangga yang sudah menjadi tawar ini.

    Sebelum terlambat, Roni harus mau merelakan dirinya untuk tetap memperhatikan Rani dan anaknya, dalam keadaan sesibuk apapun juga. Ingatlah bahwa setelah Tuhan, keluarga adalah prioritas yang berikutnya, bukan usaha atau pekerjaan. Kerelaan Roni untuk melepaskan haknya untuk istirahat setelah lelah bekerja dan menyediakan waktu lebih bagi Rani, akan menjadi titik balik keharmonisan dalam rumah tangganya.

    Ketika kita mulai merasa tak lagi mencintainya.
    Ingatlah disaat kita ‘tergila-gila’ kepadanya.

    Ketika kita mulai tak peduli kepadanya.
    Ingatlah disaat kita mengharap cinta kasihnya.

    Ketika kita mulai merasa bosan kepadanya.
    Ingatlah disaat dia menerima cinta kita begitu tulusnya.

    Ketika kita mulai meninggalkannya.
    Ingatlah disaat pertama kita selalu ingin bersamanya.

    Dan ketika kita ingin menduakannya.
    Ingatlah dia yang selalu menunggu kita dengan setianya.

    Cinta kasih yang sejati bukan muncul dari keinginan atau kepentingan pribadi, tetapi dari kesadaran untuk rela memberi (melepaskan haknya) bagi pihak lain, tanpa menuntut, tanpa dipaksa. Dan karena kita sudah menerimanya dari Kristus maka seharusnya kita pun bisa memberikannya kepada orang lain, apalagi jika orang lain itu adalah pasangan hidup kita, yang sedari awal...sudah kita pilih dari semua pria atau semua wanita yang ada di bumi ini untuk dikasihi sampai mati.

    TRUE LOVE NEVER DIES

    Friday, February 1, 2013

    Berjaga-jaga

    Memasuki tahun 2013 banyak berita mengenai kiamat yang dihubung-hubungkan dengan berakhirnya kalendar suku maya atau isu lainnya. Saya sendiri pernah melihat acara tv tentang persiapan orang-orang dalam menghadapi kiamat (doomsday) atau akhir dunia ini.

    Pertanyaan penting untuk kita, apakah persiapan kita sebagai orang percaya dalam menghadapi akhir dunia ini?

    Firman Tuhan mengatakan bahwa sebelum kesudahan dunia ini Tuhan Yesus akan datang untuk kedua kalinya. Hal ini penting bagi orang percaya, kenapa? Karena Alkitab mencatat bahwa sebelum akhir zaman, akan ada satu zaman kesukaran besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, sejak bumi ini diciptakan dan tidak akan ada lagi, yaitu zaman antikris. "Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa." (II Tesalonika 2:3)

    Kita yang percaya tentunya tidak ingin mengalami zaman kesukaran besar itu. Akan ada satu peristiwa yang mendahului zaman antikris yaitu rapture, kedatangan Tuhan Yesus di angkasa untuk menjemput mempelai-Nya; barangsiapa ikut diangkat (rapture) maka dia terluputkan dari masa kesukaran besar di bumi dan menikmati pesta perjamuan kawin Anak Domba di sorga.

    Jadi, bicara akhir zaman itu bisa berarti dua hal:

    Pertama, kiamat yang sesungguhnya, tapi jika melihat konteks waktu maka hal itu masih cukup lama karena harus melewati beberapa moment seperti: rapture, zaman antikris, zaman 1000 tahun damai, baru tibalah waktunya kiamat atau akhir zaman atau akhir dunia yang kita kenal sekarang ini. Bagi orang percaya, yang lebih penting untuk kita persiapkan adalah menyambut kedatangan Tuhan di angkasa (rapture) dibandingkan akhir zaman/kiamat itu.

    Kedua, akhir zaman (zaman = waktu) bisa juga berarti berakhinya waktu hidup kita di dunia, alias mati/meninggal dunia. Hal kematian ini penting untuk dipersiapkan, karena umur seseorang tidak ada yang tahu (kecuali Tuhan). Kematian bisa datang sewaktu-waktu oleh sebab alami ataupun tidak, dan tidak musti menunggu tua...yang muda pun bisa dipanggil Tuhan jika sudah waktunya.

    Matius 25:13 mencatat: "Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." Kita tidak tahu kapan Tuhan akan datang kedua kalinya di angkasa (rapture) dan kita juga tidak tahu kapan kita akan mati. Maka untuk kedua hal inilah kita harus berjaga-jaga agar kita siap seandainya waktunya tiba!

    Perbuatan berjaga-jaga seperti apa yang Tuhan mau?

    Kita lihat dalam Firman Tuhan, apa yang dilakukan oleh seseorang yang pernah mengalami 'rapture'

    Kejadian 5:21-24 "Setelah Henokh hidup enam puluh tahun, ia memperanakkan Metusalah. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Jadi Henokh mencapai umur tiga ratus enam puluh lima tahun. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah."

    Perhatikan kata: Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu dia diangkat oleh Allah (rapture).

    Bagaimana caranya bergaul dengan Tuhan?

    Pada suatu hari, di tempat lain, dalam suasana yang sedikit berbeda, seorang yang mengaku bergaul dengan Tuhan Yesus, menghubungi Tuhan Yesus, dan berbicara sebagai berikut: "Oh Tuhan Yesus, saya ingin berbicara dengan Engkau; begini Tuhan, saya sudah berbicara dengan pak A dan dia bersedia untuk belajar mengenai Engkau, Tuhan. Dan pak B juga sudah saya beritahu bahwa Tuhan Yesus selalu mau menolongnya. Tolong ya Tuhan, pak B sungguh memerlukan pertolonganMu. Dan pak C, yang di seberang rumah kami ini Tuhan, juga ada masalah yang memerlukan bantuan Tuhan juga. Oh ya, saya juga memerlukan bantuan-Mu Tuhan, tolonglah Tuhan mengusahakan suatu pekerjaan bagi anak saya yang baru tamat sekolah itu. Berilah berkat-Mu ya Tuhan, tolonglah anak itu, pasti dia akan rajin menyampaikan persembahan persepuluhannya! Satu hal lagi, Tuhan, isteri saya mulai kena rematik dan sangat perlu perawatan dari padaMu. Tolong jamah dia Tuhan, sembuhkanlah dia. Terimakasih Tuhan Yesus, dalam namaMu yang kudus saya sudah berdoa, AMIN."

    Plop, mata dibuka, lalu selesailah doanya, dan tinggallah Tuhan Yesus termangu-mangu, belum sempat berbicara apa-apa; ditinggal bersama setumpuk 'tugas' yang harus diselesaikan-Nya sendiri?!

    Kalau cara kita selama ini bergaul seperti demikian terus-menerus maka BERTOBATLAH karena siapa sebenarnya yang jadi BOSS-nya, kita atau Tuhan??

    Pergaulan yang benar bukanlah bicara satu arah, harus berupa pembicaraan dua arah. Inilah definisi pergaulan:
    (1) Pembicaraan dua arah
    (2) Bekerja sama, saling membantu, timbal-balik
    (3) Memiliki gagasan-gagasan yang sama, untuk landasan kerja-sama tadi
    (4) Pada puncak keakraban: sehati-seperasaan alias sepakat dengan Tuhan (bukan Tuhan dipaksa sesuai hati kita)!

    Gambaran ini pula yang seharusnya dapat kita lihat dalam hubungan pasangan suami-istri yang akrab/intim.

    Jadi, pergaulan yang benar dengan Tuhan, kita mulai dari:

    1. Mengenal Tuhan melalui Firman-Nya, apakah kita sudah baca Alkitab setiap hari? Apakah kita sudah merenungkan Firman itu siang dan malam?

    2. Bicara dengan Tuhan melalui doa yang benar, lihat dalam:

    Yakobus 5:16b "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya."

    Yakobus 5:17 "Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan."

    Contoh doa yang Tuhan sendiri ajarkan yaitu: Doa Bapa Kami (Matius 6:9-13)

    3. Melakukan kehendak-Nya, Yoh 15:14 "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."

    Apa yang jadi perintah/hukum-Nya?
    Inilah perintah/hukum yang utama (Matius 22:37-39):

    I. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.

    II. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

    Jika kita bisa melakukan kedua perintah diatas maka itu sama artinya dengan melakukan kehendak-Nya.

    Tuhan memberkati!